Kenapa orang kaya cenderung terlihat seperti orang baik?

Kenapa orang kaya cenderung terlihat seperti orang baik?
image source : https://unsdg.un.org/un-in-action/rcp-asia-and-pacific?tab=countries-listing

Kita definisikan dulu, kata "kaya" itu apa. Kaya dalam artian banyak harta? Dengan barang yang branded, jam tangan yang melihat jarum panjang dan jarum pendek saja agak bingung, mobil yang mevvah - yang semakin dikit jumlah pintunya - makin mahal, baju dan accesories yang pelafalan aja sulit untuk kita (dan apabila salah kata-kata yang keluar dari mulut, langsung jurang perbedaan kasta terbentuk saat itu juga), ya intinya yang terlihat mata (atau dari saldo di ATM).

Terkadang, terlalu bias kita melihatnya. Oh seakan-akan mereka yang menyumbang uang dalam jumlah besar, punya yayasan, banyak artikel berbuat amal, menyumbang ke acara keagamaan dengan jumlah yang membuat terkesima, punya cita-cita dan mungkin sudah mewujudkan untuk membangun tempat ibadah, dan hal-hal seperti itu.

Jadi, kita harus kaya harta dulu baru bisa menjadi orang baik?

Gelar dermawan itu, "dikalungkan" oleh orang-orang kepada Beliau-Beliau yang seperti itu. Kita terkesima melihatnya, kita terinspirasi untuk menjadi orang-orang yang seperti itu. Kita punya batasan limit moral baru untuk menjadi orang baik. Kita harus mempunyai harta yang berlimpah, dan set roadmap untuk menjadi philanthropic.

Apakah itu salah, pemikiran seperti itu?

Ya, ga salah.

-

Tapi akan salah, apabila minimal kita melakukan 3 hal ini, menurut saya, yang bukan siapa-siapa ini :

  1. Motivasinya jahat. Jahat itu apa? Kita sebagai orang luar (kecuali kita ini mutan yang punya kemampuan untuk bisa membaca pikiran dan jiwa seseorang), kita tidak ada pernah tahu motivasi seseorang. Jahat di sini menurut saya, intinya SECARA NIAT tidak baik, melenceng, pemikiran kedepannya untuk membuat orang lain lebih menderita, mengambil lebih baik keuntungan untuk diri sendiri (tapi sangat merugikan orang/pihak lain), membunuh (secara langsung atau tidak langsung) dan hal-hal yang selevel dengan itu. Jadi, jahat atau tidak, hanya orang tersebut yang tahu, dari lubuk hati dia yang terdalam, yang kita sebagai dan hanya manusia, tidak bisa tahu dan tidak berhak menghakimi hal tersebut. Jadi, intinya, dia berbuat sangat baik (menyumbang, yayasan, dll dll dll), ujung-ujungnya adalah hal yang merusak.
  2. Hal kedua yang menurut saya salah adalah kita lupa, kita bisa bernafas sampai detik ini, artinya ada kebaikan yang tidak terlihat yang membantu kita, ada juga orang tua kita, ada juga orang terdekat kita (istri anak mertua teman dll) yang support kita, ada juga Alien yang belum menyerang bumi, semua alam semesta yang berputar dan pada posisi yang PAS, apakah kita sudah bersyukur atas kebaikan-kebaikan tersebut?
  3. Hal ketiga yang salah menurut saya adalah kita itu lupa, berbuat baik itu tidak perlu precondition. Kita tidak perlu menjadi kaya terlebih dahulu untuk berbuat baik, kita tidak perlu sedang dapat bonus dari kantor untuk berbuat baik, kita tidak perlu abis punya anak untuk berbuat baik, kita tidak perlu sedang bahagia untuk berbuat baik, kita tidak perlu mempunyai keluarga yang lengkap untuk bisa berbuat baik, kita tidak perlu untuk menghindari bencana atau ketakutan akan ramalan shio / zodiak untuk bisa berbuat baik, kita tidak perlu punya alasan untuk berbuat baik.

Dan, kita tidak perlu terlihat oleh orang lain sebagai orang baik, buat apa?