Take and Give
Sadar atau tidak, dalam hidup adalah negosiasi. Paling pagi, saya sangat alot dalam negosiasi dengan kasur saya untuk tetap bersama dengan kasur atau beranjak bangun untuk bekerja, ataupun bekerja di kasur. hmmm…
Di dalam setiap langkah hidup kita pasti sangat lekat dengan sesuatu yang namanya Negosiasi. Begitu dekat dan lengketnya kadangkala kita tidak tahu itu adalah negosiasi. Dalam Negosiasi pasti ada 2 hal yang memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri.
“Aduh, dingin!!! Males mandi”. Ada dua hal yang saling memperjuangkan hak-nya dalam hal ini. Bagian diri kita yang takut dingin (baca: malas) sangat bersikeras untuk tidak mau bertemu dengan namanya air, ini adalah bagian yang anti air. Bagian lain dalam diri kita yang maskulin, punya pendirian sendiri. Dia berpikir, apabila tidak mandi sangat tidak elok apabila dilihat oleh pacar yang sebentar lagi mau ketemuan. Terjadilah negosiasi, terkadang bagian yang malas yang menang kadangkala bagian yang maskulin yang menang. Nah, apabila tingkat kemalasan seimbang dengan bagian yang maskulin akan terjadi negosiasi yang sangat alot. Biasanya hasil win-win solutions yang terbentuk adalah “Udah ah, cuci muka + cuci kaki + sikat gigi aja + pake parfum yang banyakan hari ini”.
Nah, negosiasi antara pihak yang seimbang ini yang mau saya bahas disini.
Sebenarnya ilmu untuk negosiasi ini banyak sudah dibahas di buku-buku. Negosiasi yang baik adalah harus mengerti setiap element yang berpengaruh dalam negosiasi itu sendiri. Akan menjadi simple apabila kita menyederhanakan Negosiasi menjadi 2 bagian besar yaitu Negosiasi untuk bersama-sama menggapai suatu tujuan (integrative negotiation) dan Negosiasi demi memperjuangkan kepentingan masing-masing (distributive negotiation).
Menurut pandangan saya, prinsip dasar dari setiap negosiasi adalah Take and Give, dengan istilah simple dan primitif-nya adalah barter. Apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya memberikan hal ini kepada Anda? Itu bahasa simple-nya. Menjadi sesuatu yang sangat lumrah negosiasi adalah dasarnya adalah hal tersebut. Tidak akan menjadi sebuah negosiasi apabila pihak-pihak yang terkait tidak dalam posisi ini.
Nah serunya disini. Positioning dalam negosiasi adalah hal yang penting. Sebagai seorang negosiator yang ulung, kita harus bisa membungkus komuditas penawaran kita dengan bungkus yang terbaik. Poin penting disini adalah “bungkus yang terbaik” bukan dengan komuditas terbaik. Komuditas terbaik tidak selalu harus disertakan dalam sebuah negosiasi. Tugas kita dalam sebuah negosiasi adalah membuat hasil yang maksimal dalam segala hal, serta dengan meminimkan modal ataupun kerugian (apabila harus). Dalam integrative negotiation kita dengan komuditas yang ada digabungkan dengan komuditas lain dari pihak lain, diharapkan kita secara bersama-sama mencapai tujuan yang maksimal, syukur-syukur kita setornya ga banyak. Dalam distributive negotiation, namanya juga “berantem” antar pihak, kalo bisa dalam penyelesaian masalah berdasarkan negosiasi kita harus meminimkan komuditas dalam negosiasi, yang tujuannya biar kalo rugi, ya ga rugi-rugi amat. Tetap dasarnya adalah Take and Give.
Nah, setelah kita membahas titik awal dalam negosiasi, kita akan bahas posisi lain dalam negosiasi ini sendiri. Setelah kita membungkus komuditas kita dengan sebaik mungkin, kita harus jeli melihat komuditas orang lain dalam sebuah negosiasi. Kita harus jeli dalam melihat setiap hal dalam negosiasi itu sendiri. Apa yang bungkusnya indah, belum tentunya itu indah isinya. Kita harus mengerti “kawan atau lawan” kita dalam negosiasi. Dalam integrative negotiation, kita harus mengetahui detail kombinasi-kombinasi antar komuditas antara yang kita punya dengan yang dipunyai oleh kawan kita, untuk mencapai tujuan yang maksimal. Dalam distributive negotiation, kita harus “licik” dengan mengambil apapun yang maksimal yang bisa kita dapat dari lawan kita, dan menjadikan itu adalah keuntungan maksimal untuk diri kita.
Nonton dech film Moneyball, bagaimana Billy Beane dengan sangat luar biasa membawa Oakland menang 20 kali berturut-turut dengan “hanya” menghabiskan $ 265.000. Saya sangat terpukau dengan proses Oakland menghabiskan $ 265.000 dalam mendapatkan pemain incaran mereka, selain proses “the team’s analytical, evidence-based, sabermetric approach to assembling”.
Indonesia dulu mempunyai negosiator ulung seperti Hatta, Achmad Soebardjo, Cokroaminoto, dan lain-lain. Sekarang?
Take and Give adalah kunci dari negosiasi. Kadang karena keangkuhan kita, kita selalu salah memposisikan diri sehingga menyebabkan kita bukan seorang negosiator ulung. Keengganan kita dalam “give” karena ga mau rugi, itu kadangkala membuat kita mentok dalam sebuah negosiasi.
Kecerobohan saya dalam menjalankan hasil negosiasi dengan kasur saya membuat saya makin tenggelam dalam kenikmatan semu.
Saya: “Kasur, besok bangunkan saya pukul 06:00 WIB. Tolong posisikan busa-busa kamu jangan terlalu empuk, agar saya bisa bangun tepat pada saatnya. Saya akan sering merapikan kamu dan menjemur kamu setiap 1 bulan sekali”
Kasur: “OKE BOS”
— Bangun tidur selalu telat, tidak pernah merapikan kasur apalagi menjemurnya 1 bulan sekali —
Saya: — Makin terjebak dalam kenikmatan kasur sehingga susah bangun setiap hari. —
Kasur: — Makin kesal karena tidak pernah dirapikan setiap hari, dan dijemur serta dibersihkan 1 bulan sekali sehingga memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk saya tiduri —
Kayaknya saya perlu negosiasi ulang dengan kasur saya.